Selasa, 21 Februari 2012


HUMAN CAPITAL MANAGEMENT
A.       Pengertian
HCM(Human Capital Management) adalah proses untuk menjadikan people sebagai capital penting organisasi dengan tingkat yang lenih optimal dan lebih tajam.
HCM,konsentrasinya adalah meningkatkan kualitas SDM melalui pengembangan talent dan kompensasi untuk ditajamkan hubungannya dengan pencapaian organisasi.
HCM mestinya bukan dijadikan sebagai jabatan atau posisi, tetapi idealnya adalah kesadaran strategis untuk semua orang yang menduduki level atasan, dari mulai staff senior sampai leader. Artinya mau organisasi kita itu hanya 5 orang atau 50 orang, kesadaran untuk menerapakan strategi HCM ini tetap perlu dimunculkan, walaupun mungkin kita merasa belum perlu ada HDR-HDR-an.
            Kenapa? Alasannya sangat sederhana. Secara ilmiyahnya, orang itu hanya akan menjadi capital kalau dia mengembangkan dirinya (mengkapitalisasikan dirinya) atau disentuh oleh proses yang mengarahkan dia untuk menjadi capital (internal dan ekstenal). Capital sendiri disisni pengertiannya adalah the storage of useful assets. Sangat sulit kita mengharapkan orang agar menjadi capital jika inisiatifnya untuk mengembangkan diri lemah atau tidak disentuh oleh proses yang membuat mereka berkembang.

B.       Dimulai Dari Pandangan
Ketika hendak menerima seorang menjadi sebagai pegawai, pandangan kita menjadi titik awal yang sangat menentukan. Pandangan akam menentukan bentuk perlakuan. Maksudnya pandangan disini bukan pandangan mata, tentunya, tetapi pandangan dalam arti bagaimana kita mendefinisikan calon. Ketika kita mendefinisikan mereka sebagai pencari kerja yang patut dikasihani, kita berposisi tangan di atas dan mereka sebagai tangan di bawah, atau berbagai pandangan yang me-looking-down-kan mereka akan sangat mungkin kita sulit memperlakukan mereka sebagai capital penting untuk dikembangkan.
Tapi, coba kalau kita mendefinisikan mereka dari awal sebagai calon pemain sepak bola yang sudah punya talenta atau potensi untuk digali demi kehebatan klub kita? Pasti spirit batin kita akan beda. Spirit inilah yang membedakan. Spirit melahirkan sikap, sikap melahirkan tindakan dan tindakan melahirkan hasil.
Untuk menghindari pandangan looking down yang berlebihan, kita bisa lari kepijakan spiritual. Misalnya kita membangun kesimpulan bahwa mungkin Tuhan punya rencana khusus kenapa orang ini dikirim ke kita. Mungkin kebaikannya dan kekuatannya masih tersembunyi.
Intinya, kita perlu membangun berbagai perspektif yang mempositifkan spirit, sikap, dan perlakuan sehingga bisa mengarahkan mereka menjadi capital. Jika dipijakan spiritual itu kita khawatirkan berlebihan yang berarti akan kurang baik, ,kita perlu melakukan assessment oleh lembaga professional, mau yang berbasis  psikologi atau manajemen.
Assessment akan member peta yang lebih akurat secara saitifik mengenai apa kelebihan, kekurangan, kemungkinan yang bisa dikembangkan sehingga pandangan kita lebih terbimbing. Kita perlu menjadikan hasil assessment itusebagai alat eksplorasi yang membuka bebagai kemungkinan bukan alat penghakiman yang membatasi.
C.       Diteruskan Dengan Pengelolaan
Dalam banyak hal, orang itu menjadi capital atau tidak dalam organisasi, lebih sering karena dinamika atau gesekan yang terjadi didalamnya. Ada yang garbage-in lalu menjadi golden-out. Tapi juga malah ada yang sebaliknya. Ini tergantung gesekan itu. Artinya tidak berarti kalau kita sudah mendapatkan orang yang qualified lantasn pasti menjadi capital. Ini belum tentu. Jika pengelolaannya salah, lemah, atau buruk, bisa-bisa akan berbalik atau berubah.
Ini belaku juga pada orang-orang yang kini kita  miliki, maksudnya yang sudah bekerja lama di kita. Walau kita anggap mereka sebagai asset, tapi bisa saja menjadi ancaman jika pengelolaannnya keliru. Karena itu, pengelolaan menjadi langkah penting dalam operasi HCM.

Pengembangan(people development) menjadi vital. Jika orang-orang tidak menerima pengembangan, kemungkinannya adalah ketinggalan dengan tuntutan atau menjadi beban seiring dengan pelapukan yang terjadi. Jika orang itu mengembangkan dirinya sendiri, hasilnya boleh jadi tidak sinkron dengan tujuan organisasi.
Supaya people menjadi capital tentu tidak cukup dengan hanya dikembangkan. Harus ada proses yang disebut pengerahan(people deployment). Tentu, yang perlu dikerahkan adalah kapasitas atau capital didalam dirinya melalui tugas, target, atau tanggung jawab yang menantang. Dalam prakteknya, penembangan dan pengerahan saja masih belum cukup. Yang tidak kalah pentingnya adalah penjagaan(people retainment). Tanpa penjagaan yang baik, akan ada hengkang atau dibajak.
Soal teknik penjagaan itu, ini bisa kita susun secara ilmiyah dan bisa alamiyah, tergantung keadaan, kebutuhan, dan kemampuan. Misalnya kita member imbalan berdasarkan kalkulasi yang klir (ilmiyah) atau memberikan perlakuan  yang sangat kind dan human. Atau, menggabungkan keduanya. Menggabungkan teknik penjagaan itu menjadi penting karena dalam banyak kasus imbalan material bukan satu-satunya penahan atau penjaga yang bisa diandalkan. Untuk kelompok orang dengan kualifikasi tertentu, kesempatan untuk berkembang malah sering dipahami sebagai cara menjaga yang baik.    
D.       Dilanjutkan Lagi Dengan Koordinasi
      Proses HCM tidak berhenti pada pandangan dengan pengelolaan. Menajamkan hubungan melalui langka-langka koordinasif juga vital jika kaitanya adalah bagaimana supaya seluruh orang di dalam organisasi itu menjadi capital bagi organisasi, bukan bagi individu. Bentuk rill koordinasi yang paling dibutuhkan adalah bagaimana menghubungkan seluruh proses yang kita lakukan itu menjadi core competency organisasi, dari mulai penerimaan sampai pengelolaan, yang sifatnya sangat dinamis. Atau kalau meminjam istilah yang dipakai oleh pakar dari SAP dan Accenture (White paper: Human Capital Management: managing and maximizing people to Achive high Performance:2005), koordinasi disini pengertianya adalah bagaiman seluruh preoses itu berakhibat pada business result yang bagus.
     Praktek organisasi sering membuktikan bahwa tidak semua people process yang bagus itu langsung dan otomatik akan melahirkan business result yang bagus. Supaya ini tidak terjadi pada kita, maka koordinasi yang sifatnya dinamis sangat di butuhkan. Bahkan ada juga riset industry yang berhasil mengungkap bahwa tidak semua orang dengan kepuasan kerja dan kinerja tidak diciptakan hubungan kausatif yang otomatif sehigga perlu koordinasi.
Dengan melihat orang sebagai asset, lalu kita kembangkan dengan baik, kemudian kita perilakukan dengan baik, belum tentu membuat orang-orang kita menghasilkan business result yang baik atau ora competency yang baik bagi organisasi. Jadi, tetap butuh koordinasi yang baik.
E.       Hambatan vital
                    Walaupun HCM ini memuat gagasan mulia dan dimuliakan oleh semua organisasi, tetap untuk me-landing-kannya ke bumi, tidaklah mudah. Bahkan dalam praktek, modal material itu lebih jauh lebih kita utamakan ketimbang modal SDM. Pendorongnya bisa jadi berakar pada hal-hal yang sangat sederhana. Kalau misalnya kita punya modal material senilai 1 M, modal itu sudah langsung bisa kit gunakan dan sesuka-suka kita. Modal materi tidak punya hak untuk proses ke kita. Bahkan kalau kita simpan di Bank sakali pun, modal itu bertambah sendiri tanpa pakai mikir.
          Tapi untuk modal SDM, modalnya sendiri masih berupa potensi,alias bahab baku, nmanya bahan baku, dia belum bisa langsung digunakan. Sudah begitu, potensi itu bisa berubah menjadi modal, menjadi beban, atau menjadi ancaman. Ini yang membuat factor SDM menjadi yang pertama kali kita perlu disingkirkan ketika perusahaaan menghadapi goncangan.
        Selain harus menghadapi kenyataan seperti diatas, hambatan untuk membumikan gagasn HCM juga datang dari tidak seimbangnya jumlah orang yang berkomitmen untuk merealisasikannya. Kalau memakai angka yang diformulasikan Zohar dan Marshall(spiritual capital:2005), jumlah orang yang berkomitmen untuk merealisasikan HCM dalam organisasi idealnya adalah: perlu ada 2-5% jumlah pimpinan?pendiri yang menjadi kesatria, perlu ada 10% jumlah orang yang menjadi master professional,manajer,dst, dan perlu didukung oleh 80% pengikut (pegawai atau staff).
       Angka diatas bukanlah angka mutlak, tetapi lebih pada angka yang memberikan massage tertentu dimana realisasi HCM itu tidak mungkin hanya dilakukan oleh sebgaian kecil pimpinan , sedikit pelaksana, dan sedikit pengikut. Idealnya harus menjadi kesadaran bersama dan didukung oleh sebagian besar anggota organisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar