HUMAN CAPITAL MANAGEMENT
A.
Pengertian
HCM(Human Capital Management) adalah proses
untuk menjadikan people sebagai
capital penting organisasi dengan tingkat yang lenih optimal dan lebih tajam.
HCM,konsentrasinya
adalah meningkatkan kualitas SDM melalui pengembangan talent dan kompensasi untuk ditajamkan hubungannya dengan
pencapaian organisasi.
HCM
mestinya bukan dijadikan sebagai jabatan atau posisi, tetapi idealnya adalah
kesadaran strategis untuk semua orang yang menduduki level atasan, dari mulai
staff senior sampai leader. Artinya
mau organisasi kita itu hanya 5 orang atau 50 orang, kesadaran untuk
menerapakan strategi HCM ini tetap perlu dimunculkan, walaupun mungkin kita
merasa belum perlu ada HDR-HDR-an.
Kenapa? Alasannya sangat sederhana.
Secara ilmiyahnya, orang itu hanya akan menjadi capital kalau dia mengembangkan
dirinya (mengkapitalisasikan dirinya) atau disentuh oleh proses yang
mengarahkan dia untuk menjadi capital (internal dan ekstenal). Capital sendiri
disisni pengertiannya adalah the storage
of useful assets. Sangat sulit kita mengharapkan orang agar menjadi capital
jika inisiatifnya untuk mengembangkan diri lemah atau tidak disentuh oleh
proses yang membuat mereka berkembang.
B.
Dimulai Dari Pandangan
Ketika hendak menerima seorang
menjadi sebagai pegawai, pandangan kita menjadi titik awal yang sangat
menentukan. Pandangan akam menentukan bentuk perlakuan. Maksudnya pandangan
disini bukan pandangan mata, tentunya, tetapi pandangan dalam arti bagaimana
kita mendefinisikan calon. Ketika kita mendefinisikan mereka sebagai pencari
kerja yang patut dikasihani, kita berposisi tangan di atas dan mereka sebagai
tangan di bawah, atau berbagai pandangan yang me-looking-down-kan mereka akan
sangat mungkin kita sulit memperlakukan mereka sebagai capital penting untuk
dikembangkan.
Tapi, coba kalau kita
mendefinisikan mereka dari awal sebagai calon pemain sepak bola yang sudah
punya talenta atau potensi untuk digali demi kehebatan klub kita? Pasti spirit
batin kita akan beda. Spirit inilah yang membedakan. Spirit melahirkan sikap,
sikap melahirkan tindakan dan tindakan melahirkan hasil.
Untuk menghindari pandangan
looking down yang berlebihan, kita bisa lari kepijakan spiritual. Misalnya kita
membangun kesimpulan bahwa mungkin Tuhan punya rencana khusus kenapa orang ini
dikirim ke kita. Mungkin kebaikannya dan kekuatannya masih tersembunyi.
Intinya, kita perlu membangun
berbagai perspektif yang mempositifkan spirit, sikap, dan perlakuan sehingga
bisa mengarahkan mereka menjadi capital. Jika dipijakan spiritual itu kita
khawatirkan berlebihan yang berarti akan kurang baik, ,kita perlu melakukan
assessment oleh lembaga professional, mau yang berbasis psikologi atau manajemen.
Assessment
akan member peta yang lebih akurat secara saitifik mengenai apa kelebihan, kekurangan,
kemungkinan yang bisa dikembangkan sehingga pandangan kita lebih terbimbing.
Kita perlu menjadikan hasil assessment itusebagai
alat eksplorasi yang membuka bebagai kemungkinan bukan alat penghakiman yang
membatasi.
C.
Diteruskan Dengan
Pengelolaan
Dalam banyak hal, orang itu
menjadi capital atau tidak dalam organisasi, lebih sering karena dinamika atau
gesekan yang terjadi didalamnya. Ada yang garbage-in lalu menjadi golden-out.
Tapi juga malah ada yang sebaliknya. Ini tergantung gesekan itu. Artinya tidak
berarti kalau kita sudah mendapatkan orang yang qualified lantasn pasti menjadi
capital. Ini belum tentu. Jika pengelolaannya salah, lemah, atau buruk,
bisa-bisa akan berbalik atau berubah.
Ini belaku juga pada orang-orang
yang kini kita miliki, maksudnya yang
sudah bekerja lama di kita. Walau kita anggap mereka sebagai asset, tapi bisa
saja menjadi ancaman jika pengelolaannnya keliru. Karena itu, pengelolaan
menjadi langkah penting dalam operasi HCM.
Pengembangan(people development)
menjadi vital. Jika orang-orang tidak menerima pengembangan, kemungkinannya
adalah ketinggalan dengan tuntutan atau menjadi beban seiring dengan pelapukan
yang terjadi. Jika orang itu mengembangkan dirinya sendiri, hasilnya boleh jadi
tidak sinkron dengan tujuan organisasi.
Supaya people menjadi capital
tentu tidak cukup dengan hanya dikembangkan. Harus ada proses yang disebut pengerahan(people
deployment). Tentu, yang perlu dikerahkan adalah kapasitas atau capital didalam
dirinya melalui tugas, target, atau tanggung jawab yang menantang. Dalam
prakteknya, penembangan dan pengerahan saja masih belum cukup. Yang tidak kalah
pentingnya adalah penjagaan(people retainment). Tanpa penjagaan yang baik, akan
ada hengkang atau dibajak.
Soal teknik penjagaan itu, ini
bisa kita susun secara ilmiyah dan bisa alamiyah, tergantung keadaan,
kebutuhan, dan kemampuan. Misalnya kita member imbalan berdasarkan kalkulasi yang
klir (ilmiyah) atau memberikan perlakuan
yang sangat kind dan human. Atau, menggabungkan keduanya. Menggabungkan
teknik penjagaan itu menjadi penting karena dalam banyak kasus imbalan material
bukan satu-satunya penahan atau penjaga yang bisa diandalkan. Untuk kelompok
orang dengan kualifikasi tertentu, kesempatan untuk berkembang malah sering
dipahami sebagai cara menjaga yang baik.
D.
Dilanjutkan Lagi Dengan
Koordinasi
Proses HCM tidak berhenti pada pandangan
dengan pengelolaan. Menajamkan hubungan melalui langka-langka koordinasif juga
vital jika kaitanya adalah bagaimana supaya seluruh orang di dalam organisasi
itu menjadi capital bagi organisasi, bukan bagi individu. Bentuk rill
koordinasi yang paling dibutuhkan adalah bagaimana menghubungkan seluruh proses
yang kita lakukan itu menjadi core
competency organisasi, dari mulai penerimaan sampai pengelolaan, yang
sifatnya sangat dinamis. Atau kalau meminjam istilah yang dipakai oleh pakar
dari SAP dan Accenture (White paper: Human Capital Management: managing and
maximizing people to Achive high Performance:2005), koordinasi disini
pengertianya adalah bagaiman seluruh preoses itu berakhibat pada business result yang bagus.
Praktek organisasi sering membuktikan
bahwa tidak semua people process yang bagus itu langsung dan otomatik akan
melahirkan business result yang bagus. Supaya ini tidak terjadi pada kita, maka
koordinasi yang sifatnya dinamis sangat di butuhkan. Bahkan ada juga riset
industry yang berhasil mengungkap bahwa tidak semua orang dengan kepuasan kerja
dan kinerja tidak diciptakan hubungan kausatif yang otomatif sehigga perlu
koordinasi.
Dengan
melihat orang sebagai asset, lalu kita kembangkan dengan baik, kemudian kita
perilakukan dengan baik, belum tentu membuat orang-orang kita menghasilkan
business result yang baik atau ora competency yang baik bagi organisasi. Jadi,
tetap butuh koordinasi yang baik.
E.
Hambatan vital
Walaupun HCM ini memuat gagasan mulia
dan dimuliakan oleh semua organisasi, tetap untuk me-landing-kannya ke bumi, tidaklah mudah. Bahkan dalam praktek, modal
material itu lebih jauh lebih kita utamakan ketimbang modal SDM. Pendorongnya
bisa jadi berakar pada hal-hal yang sangat sederhana. Kalau misalnya kita punya
modal material senilai 1 M, modal itu sudah langsung bisa kit gunakan dan
sesuka-suka kita. Modal materi tidak punya hak untuk proses ke kita. Bahkan
kalau kita simpan di Bank sakali pun, modal itu bertambah sendiri tanpa pakai
mikir.
Tapi untuk modal SDM, modalnya sendiri
masih berupa potensi,alias bahab baku, nmanya bahan baku, dia belum bisa
langsung digunakan. Sudah begitu, potensi itu bisa berubah menjadi modal,
menjadi beban, atau menjadi ancaman. Ini yang membuat factor SDM menjadi yang
pertama kali kita perlu disingkirkan ketika perusahaaan menghadapi goncangan.
Selain harus menghadapi kenyataan
seperti diatas, hambatan untuk membumikan gagasn HCM juga datang dari tidak
seimbangnya jumlah orang yang berkomitmen untuk merealisasikannya. Kalau
memakai angka yang diformulasikan Zohar dan Marshall(spiritual capital:2005),
jumlah orang yang berkomitmen untuk merealisasikan HCM dalam organisasi
idealnya adalah: perlu ada 2-5% jumlah pimpinan?pendiri yang menjadi kesatria,
perlu ada 10% jumlah orang yang menjadi master professional,manajer,dst, dan perlu
didukung oleh 80% pengikut (pegawai atau staff).
Angka diatas bukanlah angka mutlak,
tetapi lebih pada angka yang memberikan massage
tertentu dimana realisasi HCM itu tidak mungkin hanya dilakukan oleh sebgaian
kecil pimpinan , sedikit pelaksana, dan sedikit pengikut. Idealnya harus
menjadi kesadaran bersama dan
didukung oleh sebagian besar anggota organisasi.